• Breaking News

    Sabtu, 19 Januari 2019

    Kejayaan dan Kekayaan Siak Menanti Bersinar Lagi

    Kejayaan dan Kekayaan Siak Menanti Bersinar Lagi



    BERITA TERKINI - tahukah Anda, saat Republik Indonesia baru berdiri, Sultan Siak bernama Syarif Kasim II menyumbang 13 juta gulden Belanda kepada Presiden Soekarno. Saat ini, nilainya kira-kira Rp 1 triliun.

    Itu sumbangan terbesar di antara raja-raja di Nusantara kala itu. Raja Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono IX menyumbang 6,5 juta gulden. Betapa kayanya Sultan Siak.

    Mengapa Sultan bersedia menyumbang, dari mana asal kekayaan dan usahanya? Pengajar Universitas Riau Irham Temas, arsitek yang juga anggota Tim Ahli Cagar Budaya Riau, mengatakan, Siak di masa raja ke-11, Sultan Syarif Hasyim tahun 1889 adalah kerajaan terkenal di dunia. Raja sebelumnya bahkan menguasai  sebagian besar Pulau Sumatera, termasuk Kerajaan Deli di Medan,  Langkat, sebagian kecil Aceh -terutama Tamiang, semenanjung Malaysia, Kepulauan Natuna  sampai ke Sambas di Kalimantan Barat- sebelum tergerus kolonialisasi Belanda dan Inggris.

    Siak pusat perdagangan di Sumatera bagian tengah. Sungai Siak jadi jalur transportasi utama komoditas hasil bumi dari Sumatera menuju pelabuhan terbesar Asia saat itu di Malaka. Sungai Siak ibarat terusan Suez yang sangat penting.

    Pesatnya perdagangan di jalur Sungai Siak membuat Belanda membangun perkantoran di yang dipimpin kontroleur atau wedana di seberang istana yang dipisah Sungai Siak. Kapal-kapal dagang yang bertolak ke Malaka membawa muatan, wajib menyetor pungutan ke petugas bea dan cukai Belanda.


    Bila kapal tak tunduk  aturan  akan diberi sanksi. Sebagai penekan, Belanda membangun sebuah tangsi (kantor militer) tak jauh dari kantor kontroleur dan penjara kecil.

    Jalur komunikasi dari Siak pun mengglobal. Belanda membangun kantor pos dan kantor telegraf. Urusan administrasi pertanahan dibukukan petugas landraad yang berkantor di sebelah bangunan kontroleur.


    Di masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim, raja membangun perkebunan karet sangat luas. Hasilnya diekspor ke Eropa. Saat Indonesia merdeka, perkebunan itu diambil alih negara dan kini jadi bagian PT Perkebunan Negara (PTPN) V.

    Tiga zonasi

    Dalam dokumen Het Rijk van Siak, raja membangun kerajaan dengan membagi tiga zonasi: istana kerajaan, zona pembesar, dan zona kolonial. Di dalam kompleks istana terdapat bangunan yang disebut Istana Panjang, Istana Limas, dan Istana Peraduan.

    Istana itu sekitar 100 meter dari tepi sungai Siak. Bangunan karya besar Sultan Syarif Hasyim menggantikan istana lama yang dibangun raja terdahulu.

    Di luar kompleks istana terdapat pemukiman kerabat raja. Di sisi kiri zona pasar yang  dihuni orang China perantauan, kelenteng, pelabuhan bongkar muat, dan pergudangan. Di kanan istana ada bangunan Balairung Seri, yang berfungsi gedung parlemen, yang dipimpin empat orang datuk. Peran datuk sangat besar, berfungsi mengangkat raja. Di sebelah balairung terdapat Masjid Sultan.

    Bangunan balairung memiliki tangga batu besar di bagian belakang yang menjorok ke sungai. Penempatan tangga itu, menurut Jofrizal (Ketua Siak Heritage Community), disebabkan para datuk tinggal di seberang sungai. Jadi, ketika datuk datang, mereka langsung menaiki tangga ke balairung.

    Kekayaan yang dikumpulkan Sultan Syarif Hasyim diturunkan ke anaknya Sultan Syarif Kasim II, raja Siak ke-12 atau terakhir, yang bertahta sampai tahun 1946. Sebagian harta itulah yang disumbangkan kepada pendiri negara ini.

    Sumbangsih besar Syarif Kasim II ini tak banyak terdengar. Bahkan, di masa kemerdekaan, Siak hanya dijadikan  kecamatan bagian Kabupaten Bengkalis. Sampai akhir hayat tahun 1968, Syarif Kasim II tinggal di Istana Peraduan di samping istana kerajaan sebagai rakyat biasa.

    Siak baru jadi kabupaten tahun 1999. Jalur darat ke Istana Siak tersambung setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Jembatan Sultanah Latifah tahun  2007.


    Kisah kemakmuran masa lalu itu tentu tinggal kenangan. Namun,  sejarah keemasan itu masih tersimpan dengan bukti-bukti konkret. Sayangnya, sebagian besar bangunan bersejarah itu hancur dimakan usia.



    Kota pusaka


    Tahun 2017, Kementerian Kebudayaan mengesahkan Siak sebagai salah satu Kota Pusaka di Indonesia. Lalu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberi dana merehabilitasi situs-situs sejarah terkait kota pusaka.

    Dana itu dipakai merehabilitasi sebagian bangunan tangsi Belanda di seberang istana  di wilayah Benteng Hulu, Kecamatan Mempura. Rehabilitasi itu selesai 2018. Kini, bagian depan tangsi berdiri megah, layaknya bangunan peninggalan Belanda yang tahan lama.

    Di bagian belakang, bangunan kayu memanjang, kontras dengan bangunan utama tangsi. Meski demikian, desain rumah kayu itu tetap didominasi  jendela besar krepyak berbentuk sisir, terbuat dari kayu.

    Ada enam unit bangunan di dalam kompleks tangsi seluas 10.000 meter persegi. Bangunan yang direhab hanya bagian depan dan bagian belakang yang dinamakan gedung A dan F. Bagian tengah yang disebut gedung B,C,D,E belum disentuh.

    Bangunan tangsi dominan berbentuk petak persegi dan terkesan kaku. Namun garis lengkung koridor lorong di bagian bawahnya serta belasan jendela besar krepyak membuat bangunan menjadi serasi. Kini siapapun yang melihat pasti mengatakan, bangunan itu indah dipandang.

    Sayangnya, kesan pemandangan indah tangsi langsung berubah prihatin tatkala melihat bangunan kontroleur, landraad, gedung pos dan telegraf yang berjarak sekitar 1 kilometer dari tangsi. Secara umum, gedung kontroleur dan landraad masih berdiri kokoh, namun berada dalam kondisi menyedihkan.

    Dua gedung peninggalan Belanda itu sudah lama tidak dipakai. Banyak bagian jendela dan pintu hilang. Koridor depan kontroleur nyaris roboh. Untungnya, lantai landraad yang terdiri dari keramik berusia ratusan tahun masih terpasang di lantai.

    Gedung bea dan cukai masih dipakai oleh Pemerintah Indonesia, namun bentuknya sudah diganti seperti gedung biasa. Adapun bangunan kantor pos sudah rusak berat, sementara gedung telegraf sudah hancur.

    “Gedung kontroleur ini bersejarah. Ayah saya mengatakan perayaan kemerdekaan RI pertama di Siak dilakukan di gedung ini. Sewaktu saya kecil, bangunan ini masih sangat bagus, karena aktivitas pemerintahan Kecamatan Siak dilakukan disini sebelum berpindah ke sisi istana,” ujar Basrul Harun (61), penduduk setempat yang ayahnya menjabat camat pada era 1970-an.

    Bupati Siak Syamsuar yang sebentar lagi bakal menjabat sebagai Gubernur Riau mengatakan, Siak memiliki banyak peninggalan sejarah yang tidak ternilai. Warisan itu adalah potensi wisata yang belum selesai dipoles. Ia berjanji bakal memberi perhatian untuk daerah itu.

    Gedung-gedung peninggalan kolonial berusia ratusan tahun, beserta kisah sejarah kerajaan yang menyertainya layak dihidupkan kembali. Yang pasti, Siak pernah memiliki masa kejayaan.


    Perhatian Syamsuar sudah pasti tidak akan cukup. Sudah saatnya pemerintah pusat membalas sumbangsih Sultan Syarif Kasim II pada masa awal kemerdekaan dulu, dengan menghidupkan sejarahnya. Kejayaan Sultan Syarif Kasim II dan pendahulunya, pantas dilestarikan sebagaimana kebesaran raja-raja Nusantara di masa lalu. Warisan Siak menanti bersinar lagi


    1 komentar:

    MAUSLOT


    CERIABET


    AUTOBET88